Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

PEDOMAN TEKNIS PERLINDUNGAN GURU

Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi menerbitkan Surat Keputusan (SK) Nomor 424.05/Kep. 576-Disdikpora/2016 tanggal 9 Juni 2016 tentang Pembentukan Tim Pembela Guru Kabupaten Purwakarta. Terbitnya SK tersebut dilatarbelakangi oleh kasus orang tua siswa yang memukul seorang kepada Sekolah karena tidak terima anaknya di beri hukuman disiplin oleh sang Kepala Sekolah. Menyikapi kasus tersebut, Dedi menyampaikan kalau ada anak yang sulit didik di sekolah, maka dia dikembalikan saja kepada orang tuanya, biar orang tuanya yang mendidiknya sendiri.
*Keperpihakan Kepada Guru*
Terbitnya SK tentang Pembentukan Tim Pembela Guru di Purwakarta dapat dibaca sebagai bentuk keberpihakan Bupati terhadap guru. Dengan adanya SK tersebut, Dedi berharap guru di Purwakarta dapat tenang dalam melaksanakan tugas, tidak perlu takut mendapatkan tindakan kekerasan dan kriminalisasi. Dengan demikian, Bupati Purwakarta telah menunjukkan political will terhadap perlindungan guru.
Berkaitan dengan perlindungan guru, pasal 39 ayat (1) Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 menyebutkan bahwa “pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat, organisasi profesi, dan/ atau satuan pendidikan wajib memberikan perlindungan terhadap guru dalam melaksanakan tugas.
Selanjutnya pada pasal (2) disebutkan bahwa “perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi perlindungan hukum, perlindungan profesi, serta perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja.
Pasal 40 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 74 tahun 2008 tentang Guru menyebutkan:
1) Guru berhak mendapat perlindungan dalam melaksanakan tugas dalam bentuk rasa aman dan jaminan keselamatan dari Pemerintah, Pemerintah Daerah, satuan pendidikan, Organisasi Profesi Guru, dan/atau Masyarakat sesuai dengan kewenangan masing-masing.
2) Rasa aman dan jaminan keselamatan dalam melaksanakan tugas diperoleh Guru melalui perlindungan:
a) hukum;
b) profesi; dan
c) keselamatan dan kesehatan kerja.
3) Masyarakat, Organisasi Profesi Guru, Pemerintah atau Pemerintah Daerah dapat saling membantu dalam memberikan perlindungan
Pada Pasal 41 PP Nomor 74 Tahun 2008 dinyatakan bahwa:
1) Guru berhak mendapatkan perlindungan hukum dari tindak kekerasan, ancaman, perlakuan diskriminatif, intimidasi, atau perlakuan tidak adil dari pihak peserta didik, orang tua peserta didik, Masyarakat, birokrasi, atau pihak lain.
2) Guru berhak mendapatkan perlindungan profesi terhadap pemutusan hubungan kerja yang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, pemberian imbalan yang tidak wajar, pembatasan dalam menyampaikan pandangan, pelecehan terhadap profesi, dan pembatasan atau pelarangan lain yang dapat menghambat Guru dalam melaksanakan tugas.
3) Guru berhak mendapatkan perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja dari satuan pendidikan dan penyelenggara satuan pendidikan terhadap resiko gangguan keamanan kerja, kecelakaan kerja, kebakaran pada waktu kerja, bencana alam, kesehatan lingkungan kerja dan/atau resiko lain.
Lalu pada pasal 42 PP Nomor 74 tahun 2008 dinyatakan bahwa : “Guru memperoleh perlindungan dalam melaksanakan hak atas kekayaan intelektual sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Berdasarkan kepada pasal 40, 41, dan 44 PP Nomor 74 tahun 2008 tersebut, dapat dirangkum bahwa guru berhak mendapatkan empat jenis perlindungan guru, (1) perlindungan hukum, (2) perlindungan profesi, (3) perlindungan keselamatan dan Kesehatan Kerja, (4) hak atas kekayaan intelektual.
Dari empat jenis perlindungan tersebut, kasus yang paling menonjol adalah yang berkaitan dengan perlindungan hukum mengingat sudah banyak kasus guru yang mendapatkan tindakan kekerasan dan dikriminalisasi atas tindakannya mendisiplinkan peserta didik.
Hal yang menjadi dasar pengaduan tindakan kekerasan yang dilakukan oleh guru adalah melanggar Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Pelrindungan Anak. Pada pasal 54 dinyatakan bahwa “Anak di dalam dan di lingkungan sekolah wajib dilindungi dari tindakan kekerasan yang dilakukan oleh guru, pengelola sekolah atau teman-temannya di dalam sekolah yang bersangkutan, atau lembaga pendidikan lainnya.” Oleh karwna itu, guru menjadi takut, gamang, bahkan apatis dalam bekerja. Yang penting datang ke sekolah, ngajar, sampaikan materi, lalu pulang. Masalah pembinaan sikap, moral, dan akhlak siswa, guru (terpaksa) tidak mau peduli, karena takut melanggar UU perlindungan anak.
Dalam mendidik dan memberikan hukuman disiplin, guru sebenarnya sudah memiliki payung hukum. Pasal 39 ayat (1) PP Nomor 74 tahun 2008 menyebutkan bahwa "Guru memiliki kebebasan memberikan sanksi kepada peserta didiknya yang melanggar norma agama, norma kesusilaan, norma kesopanan, peraturan tertulismaupun tidak tertulis yang ditetapkan guru, peraturan tingkat satuan pendidikan, dan peraturan perundang-undangan dalam proses pembelajaran yang berada di bawah kewenangannya."
Berdasarkan kepada hal tersebut di atas, pada dasarnya guru tidak perlu khawatir dilaporkan kepada aparat kepolisian ketika memberikan hukuman disiplin sepanjang sesuai dengan aturan yang berlaku, tetapi adanya pemberitaan media tentang kasus kekerasan dan kriminalisasi terhadap guru yang di _blow up_ menjadikan guru takut dalam melaksanakan tugas.
Inilah hebatnya media yang kadang dapat memutarbalikan fakta dan cerita. Prinsip media adalah _bad news is good news._ Oleh karena itu, media pun, seharusnya memiliki tanggung jawab moral dalam membuat sebuah berita yang objektif dan proporsional, jangan ikut memprovokasi, karena sekali berita tersebar di media, maka dalam hitungan detik, berita tersebut dapat tersebar kemana-mana, apalagi dengan adanya media sosial, mudah sekali sebuah informasi  tersebar. Dan kadang adanya berita kekerasan terhadap guru menjadi contoh sehingga kasus yang sama terulang.
SK Bupati Purwakarta tersebut kalau Saya telaah hanya fokus kepada urusan perlindungan hukum guru, belum menyentuh tiga jenis perlindungan yang lainnya, yaitu perlindungan profesi, perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja, serta perlindungan atas hak kekayaan intelektual. Walau demikian, hal ini bisa dipahami karena saat ini yang paling mendesak adalah perlindungan hukum kepada guru.
Bupati Purwakarta telah menjadi pionir dalam perlindungan hukum bagi guru. Semoga hal ini diikuti oleh para Kepala Daerah lainnya dan pemerintah pusat untuk segera menerbitkan pedoman teknis perlindungan guru, karena selama ini regulasi yang ada masih bersifat umum, belum pada tataran teknis dan praktis agar guru benar-benar terlindungi dalam melaksanakan tugas.
*Penulis, Widyaiswara Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) Jawa Barat.*

Posting Komentar untuk "PEDOMAN TEKNIS PERLINDUNGAN GURU"