Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Ketum PB PGRI Gagal Paham Oleh : Dr. Dudung Nurullah


Sebagai entitas Dewan Pembina PGRI Saya tersenyum ketika Ketua Umum PB PGRI menebar keresahan terkait akan hilangnya TPG. Sebagai guru, aktivis PGRI, penulis dan analis setiap kebijakan pemerintah kaget, tersebar reaksi Ketua Umum PB PGRI dalam voice note yang Saya anggap reaktif dan gagal faham.

Ini sangat bahaya, seorang Ketua Umum PB PGRI menduga dalam voice notenya bahwa Kemendikbud Ristek melakukan pengingkaran pada nasib guru. Ini bahaya telah menebar keresahan, padahal pemerintah justru sedang berusaha membuat sebuah lompatan untuk kesejahteraan guru.

Para guru Indonesia yang Saya cintai, percayalah pemerintah justru sedang berusaha lebih meningkatkan dan memberi kemudahan bagi guru untuk lebih sejahtera dan bermartabat. Saya percaya Presiden RI Jokowi masih keluarga guru, Beliau menikahi putri Sang Guru.

Sahabat guru Indonesia pun harus tahu bahwa Dirjen GTK, Bapak Dr. Iwan Syahril, Ph.D adalah putra guru SMA, putra seorang guru yang darah dan nafasnya lahir dari derita keluarga guru. Saya yakin Dirjen GTK adalah bagian kita, dipihak kita karena Ia adalah putra seorang guru.

Menjadi pemimpin proaktif itu baik. Namun menjadi pemimpin organisasi besar reaktif adalah bahaya bagi entitas guru. Semoga tidak ada pemimpin organisasi guru yang bukan dari guru murni “jualan nasib guru” agar dirinya tetap dianggap bagian dari pahlawan guru.


Kalau kita baca dalam dokumen dari Kemdikbud Ristek tertulis sebagai berikut “…bagi guru yang sudah mengajar namun belum memiliki sertifikasi berhak untuk langsung mendapatkan penghasilan yang layak tanpa perlu menunggu antrian sertifikasi.. Ini kalau kita tangkap dengan jeli sangat menguntugkan entitas guru.

Faktanya saat ini sekitar 1,6 juta guru harus antri ikut “ribetnya” proses sertifikasi. Sejumlah 1,6 juta guru, nanti tidak usah tes, meninggalkan keluarga, meninggalkan ngajar, mengeluarkan anggaran untuk ikut giat sertifikasi. Apalagi bila tidak lulus, makin ribet jelimet.

Spirit Rancangan UURI SISDIKNAS akan memudahkan guru sekitar 1,6 juta lagi untuk tidak antri mendapatkan sertifikasi dan proses yang tak mudah . Pemerintah bisa “mengompensasi” dalam tunjangan fungsionalnya. Pemerintah tidak akan dan tidak boleh “menyengsarakan” guru.

Semua pejabat yang ada di pemerintah adalah murid guru, Presiden Jokowi pun adalah “murid” dari para guru. Jangan macem-macem pada entitas guru. Jangan jadi “Malin Kundang” yang berdosa menyengsarakan guru. Saya tetap meyakini pemerintah akan berpihak pada guru.


Menarik informasi dari versi pemerintah, mari kita simak. Pertama, RUU Sisdiknas merupakan upaya agar semua guru mendapat penghasilan yang layak sebagai wujud keberpihakan kepada guru.

Kedua, RUU Sisdiknas mengatur bahwa guru yang sudah mendapat tunjangan profesi, baik guru ASN maupun non-ASN, akan tetap mendapat tunjangan tersebut sampai pensiun, sepanjang masih memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Ketiga, RUU Sisdiknas juga mengatur bahwa guru yang sudah berstatus sebagai guru ketika RUU diundangkan akan otomatis dianggap sudah lulus PPG dan tersertifikasi.

Keempat, Selanjutnya, RUU Sisdiknas mengatur bahwa guru ASN mendapatkan penghasilan sesuai UU ASN. Dengan demikian, guru ASN yang yang belum mendapat tunjangan profesi akan otomatis mendapat kenaikan pendapatan melalui tunjangan yang diatur dalam UU ASN, tanpa perlu menunggu antrian PPG yang panjang.

Kelima, Untuk guru non-ASN, tambahan penghasilan akan diberikan melalui peningkatan bantuan operasional sekolah. Dengan demikian, yayasan penyelenggara pendidikan dapat memberi gaji yang lebih tinggi bagi gurunya sesuai UU Ketenagakerjaan. Skema ini sekaligus membuat yayasan penyelenggara pendidikan lebih berdaya dalam mengelola SDM-nya.

Keenam, Pada intinya, dengan pengaturan yang diusulkan dalam RUU Sisdiknas ini, guru yang sudah mendapat tunjangan profesi dijamin tetap mendapat tunjangan tersebut sampai pensiun. Sedangkan guru-guru yang belum mendapat tunjangan profesi akan bisa segera mendapat kenaikan penghasilan, tanpa harus menunggu antrean panjang PPG dalam jabatan.

Ketujuh, Selain itu, RUU Sisdiknas juga memberi pengakuan kepada pendidik PAUD. Melalui RUU ini, satuan PAUD yang menyelenggarakan layanan untuk usia 3-5 tahun dapat diakui menjadi satuan pendidikan formal. Dengan demikian, pendidik di satuan pendidikan tersebut dapat diakui dan mendapat penghasilan sebagai guru, sepanjang memenuhi persyaratan. Hal yang sama berlaku untuk pendidik di satuan pendidikan nonformal penyelenggara program kesetaraan yang memenuhi persyaratan.


Hal diatas versi pemerintah. Nah bagiamana diantara versi guru. Menarik pendapat guru SMAN 3 Kota Sukabumi, beliau mahasiswa program doktoral, guru murni, guru pavorit versi anak didik dan aktivis PGRI. Ia mengatakan lebih menggelitik.

Dr. (Cand) Caca Danuwijaya menuliskan bahwa “Ketum PB PGRI sedang mencari popularitas dan berhalusinasi dengan statement dalam voice notenya. Saya Caca Danuwijaya Guru SMA 3 Kota Sukabumi; masih percaya akan kepemimpinan Presiden Jokowi dan Mendikbud Ristek Nadiem dan jajarannya di Kemendikbud”.

Selanjutnya Ia mengatakan, “Pemerintah tak akan mungkin meniadakan TPG walau dalam kenyataannya dampak TPG belum memberikan kepuasan terhadap kinerja guru. Ketua Umum PB PGRI sedang membenturkan guru-guru yang bersertifikat dengan pemerintah, sehingga elektabilitas kepercayaan guru terhadap dirinya membaik”.

Bahkan Ia mengatakan, “Saya pribadi tidak merasakan hasil kerja Ketum PB PGRI sekarang terhadap guru-guru. Saya masih berkeyakinan pendidikan membaik karena pemerintah bukan karena Ketua Umum PB PGRI sekarang. Yang menjadi pertanyaan? Apakah prestasi Unifah selama ada di PGRI?

Ia pun sebagai guru bernarasi “mengancam” pada pemerintah selain mengkritisi Ketua Umum PB PGRI. Ia mengatakan, “Bila kesejahteraan guru malah menurun atau “rezeki TPG” hilang resikonya tentu berperang dengan guru-guru dari Sabang sampai Merauke”.

Sebagai entitas Dewan Pembina PGRI Saya mengajak kepada seluruh guru Indonesia Kita Kawal RUU SISDIKNAS pemerintah sedang bekerja, pemerintah bukan entitas “Malin Kundang”. Beri kesempatan pada pemerintah dan Kemdikbud Ristek bekerja. Saya pun setuju, bila pada akhirnya pemerintah malah mengurangi kesejahteraan guru sama dengan “ngajak perang”.


Catatan akhir dari Saya. Warga negara paling istimewa di seluruh dunia dan bangsa adalah anak didik. Anak didik nilai keistimewaannya jauh melintasi nilai para pejabat di negeri ini. Mereka calon penghuni masa depan menggantikan kita. Ditangan siapa anak didik dibesarkan? Hanya ditangan guru.

Guru wajib disejahterakan dan dimartabatkan. Diantara kejahatan negara/pemerintah paling besar adalah mengabaikan nasib anak didik. Nasib anak didik ada di tangan para guru. Maka entitas guru, wajib, harus dan harga mati prioritas terus disejahterakan. Saya masih percaya pemerintah mengerti ini.

Oleh : Dr. Dudung Nurullah Koswara, M.Pd.
(Dewan Pembina PGRI)

Posting Komentar untuk "Ketum PB PGRI Gagal Paham Oleh : Dr. Dudung Nurullah"